“Peningkatan Kemampuan Personalitas Anak melalui Kecerdasan Emosional Anak”
Oleh :
BAB I
PENDAHULUAN
Peningkatan kemampuan personalitas sangat ditentukan pada usaha meningkatkan kecerdasan emosional. Kemampuan personalitas akan meningkat dengan cepat apabila memahami perkembangan emosional seseorang sehingga dapat diarahkan dengan baik. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional sseorang. Menurut George D. Stoddard, dalam M. Dimyati Mahmud (1990), mengatakan bahwa kecerdasan merupakan kemampuan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang ditandai oleh anak dalam menghadapi kesulitan, serta kemampuan untuk mempertahankan kegiatan-kegiatan dalam suatu keadaan yang menuntut pemusatan tenaga terhadap pengaruh emosi yang kuat.[1]
Kecerdasan adalah perihal cerdas; perbuatan mencerdaskan; kesempurnaan perkembangan akal budi, seperti kepandaian dan ketajaman pikiran.[2] Emosional adalah menyentuh perasaan, mengharuskan, kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan, kekayaan, personalitas adalah kseselurhan reaksi psikologis dan sosial seseorang individu, sintesis kehidupan emosionalnya dan kehidupan mentalnya, tingkah laku dan reaksinya terhadap lingkungan.[3]
BAB II PEMBAHASAN
Istilah kecerdasan emosi baru dikenal secara luas pada pertengahan tahun 90-an. Kecerdasan emosi sebenarnya mencakup kemampuan-kemampuan yang berbeda, tetapi saling melengkapi. Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali perasaan sendiri dengan orang lain dan kemampuan memotivasi diri sendiri[4]. Daniel Goleman dalam bukunya menyatakan tentang “kecerdasan emosional” (EQ) telah mengubah seluruh paradigma kecerdasan.[5] Mengutip pendapat dari Goleman Andreas berpendapat bahwa “Kecerdasan emosional adalah kecerdasan yang terkait dengan yang di temui setiap hari, dan berhubungan dengan orang lain sehingga perlu untuk memahami orang lain, dan setiap keadaan dan situasi.[6]
Kecerdasan emosional berhubungan dengan kemampuan sendiri untuk memahami dan mengelola emosi berupa ketakutan, kemarahan, dan kejengkelan. Keterampilan untuk mengenal kapan pribadi merasakan emosi dan mengidentifikasikan perasaan serta kepekaan terhadap hadirnya perasaan dalam diri orang lain merupakan salah satu sisi dari kecerdasan emosional. Menyadari bahwa ketika perasaan itu berlangsung adalah juga landasan kecerdasan emosional yang merupakan kompetensi emosional yang paling dibutuhkan[7]
“Keseimbangan kecerdasan emosional adalah suatu campuran yang berhasil mengenai apa yang diketahui dan dikerjakan pada saat jiwa-jiwa dalam keadaan bersemangat, dan bila secara emosional hati tidak terlibat sikap bisa cukup rasional. Tetapi
emosional menguasai diri seringkali bersikap ceroboh dan melakukan tindakantindakan yang tidak rasional”.[8]
Menurut Dr. Coleman “ pembajakan emosional” terjadi apabila suatu pusat di otak menyatakan suatu keadaan berat dan mendapat bantuan dari otak untuk menghadapi masalah mendesak yang muncul dan membatasi keterampilan pribadi dalam membuat keputusan-keputusan yang rasional, memberikan reaksi terhadap situasi tenpa berpikir lebih dahulu terhadap konsekuensi yang seringkali bisa menyelamatkan hidup. Keseimbangan pribadi di perlukan untuk mencapai kematangan emosional, dan keterampilan-keterampilan antar pribadi merupakan konsekuensi benar memiliki empati kepada orang lain, pengetahuan begaiman orang lain berpikir dan merasa, mengelola diri sendiri dan orang lain pada masa-masa sulit.[9]
Oleh karena itu, untuk mencapai keselarasan emosional yaitu perlu membuka pintu yang telah menghalangi untuk berhubungan dengan orang lain. Hendaknya menghilangkan prasangka-prasangka,ketidak amanan, serta ketakutan-ketakutan supaya pikiran-pikiran menggunakan akal sehat untuk menentukan emosi-emosi mana yang berguna dan mana
yang tidak.[10]
Agar bisa mencapai keselarasan cara- cara yang biasa dilakuakn antara lain:[11]
Orang yang tidak menghargai sati sama lain tidak akan menyesuaikan diri terhadap perasaan-pearasaan orang lain, hal ini merupakan tanda-tanda emosional orang dan belajar mengelola emosi sesuai dengan emosi pribadi. Namun ini tidak
berarti berhenti jadi diri sendiri atau hanya berusaha menyenangkan orang lain saja. Tapi harus mengangaap orang lain sama dengan diri sendiri.
Ini merupakan suatu ramalan diri yang menciptakan pola pikir yang sulit di pecahkan.
Memiliki iman kepada suatu kekuatan yang lebih tinggi bisa memberi rasa keseimbangan bila di hadapkan dengan tantangan-tantangan, dengan demikian keyakinan ini bisa di jadikan sebagai batu loncatan untuk menjadi oarang yang lebih baik.
Ini sering kali merupaka suatu suatu yang terlalu baik berjuang untuk terus maju atau mempertahankan apa yang di capai, sehingga mengabaikan kesehatan
pribadi.
Tubuh memeiliki keterampilan yang luar biasa untuk menghentikan pribadi dari hal-hal yang berbahaya
Keseimbangan kecerdasan emosional berasal dari dua aspek mendasar, yaitu:
Komponen keseimbangan ini penting karena menciptakan bahan bakar untuk membuat sesuatu terjadi, kecerdasan emosional di pengeruhi oleh kuatnya komitmen dan tindakan tersebut yang akan mengarah pada terwujudnya harapan.[13]
Sangat perlu untuk dipahami bahwa kecerdasan emosi merupakan bagian dari aspek kejiwaan seseorang yang paling mendalam, dan merupakan suatu kekuatan, sebab dengan adanya emosi, manusia dapat menunjukan keberadaannya dalam masalah-masalah manusiawi.[14] Sebagai seorang guru PAK sangat penting untuk mengenal apa sebenarnya yang menjadi ciri dari kecerdasan emosi anak didiknya. Menunjang pernyataan di atas,
Aunurrahman dalam bukunya menyatakan empat ciri kecerdasan emosional anak, yakni:15
Kemampuan memotivasi diri sendiri merupakan kemampuan internal pada diri seseorang berupa kekuatan menjadi suatu energi yang mendorong seseorang untuk mampu menggerakkan potensi-potensi fisik dan psikologis atau mental dalam melakukan aktivitas tertentu sehingga mampu mencapai keberhasilan yang diharapkan. Untuk itu, sebagai orang tua maupun guru hendaknya dapat membantu mengembangkan tumbuhnya motivasi diri anak.[15] Sardirman mengemukakan bahwa dalam kegiatan belajar maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak didalam diri anak, yang menimbulkan kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga potensi-potensi belajar yang
diharapkan dapat tercapai. Motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual.[16]
Kemampuan menghadapi masalah akan mendorong seseorang untuk memiliki daya tahan yang lebih tinggi bilamana suatu saat ia dihadapkan pada persoalan-persoalan yang lebih kompleks dan mungkin menyeret dirinya menjadi frustrasi.Agar emosi tidak berkembang ke arah negatif, seseorang perlu mengenali dirinya sendiri melalui pemikiran yang jernih untuk menyadari perasaan diri sepenuhnya, tidak tenggelam dalam permasalah serta tidak mudah pasrah. Bilamana pengenalan diri dapat dilakukan dengan baik, maka akan sangat membantu seseorang untuk dapat
menguasai diri.[17]
mengendalikan diri.[18]
pernyataan dari cirri-ciri kecerdasan emosional bagian empat ini, maka Michele Borba dalam bukunya menyatakan beberapa ciri lagi tentang kecerdasan emosional seorang anak dapat dibangun melalui beberapa hal, di antaranya adalah:[20]
Empati adalah memahami perasaan dan masalah orimg lain, dan berpikir dengan sudut pandang mereka. orang yang memiliki empati ia akan lebih peka terhadap orang lain, lebih pandai menyesuaikan diri, lebih populer, dan lebih mudah bergaul. oleh karena itu orang yang berempati dapat dikatakan sebagai orang yang cerdas ruhaninya (psikis) dalam hal ini cerdas emosinya.[21]
Berdasarkan penyataan di atas dapat dikatakan bahwa empati (empathy) merupakan kemampuan untuk merasakan apayang dirasakan orang lain, mampu memahami pespektif mereka menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macamorang. Dengan demikian, untuk memahami arti dari empati yang sebenarnya, perlu pahami apa yang menjadi unsur dari empati itu sendiri.
Orang dikatakan memiliki kecerdasan emosi ia akan lebih mampu menggerakkan dirinya kearah cita-cita yang lebih besar, berfikir lebih maju. Iamenyadari diciptakan teori di bumi ini tidak menjadi orang kalah, tetapi ia sadar
bahwa ia diciptakan oleh Allah dimuka bumi ini sebagai khalifah untuk memberikan kemajuan dan kesejahteraan ia juga tidak mudah putus asa.[22]
Orang yang dikatakan cerdas emosinya manakala ia mampu mengatur suasana hatinya, agar tidak mengganggu diri pekerjaan dan tugas yang diembannya.[23]
Menyatakan janji adalah pekerjaan yang sangat mudah. Menepati janji adalah suatu langkah emas yang bisa dilakukan unuk meraih kepercayaan yang tinggi, meskipun itu janji yang kecil, tapi dampaknya sangat besar terhadap kredibilitas yang dimiliki. orang yang bisa komitmen terhadap apa yang dilakukan dan apa yang dikatakan maka ia dapat dianggap sebagai orang yang cakap atau cerdas emosinya.
Orang yang memiliki kecerdasan emosi ia lebih mampu untuk mencari jalan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi baik itu berkenaan dengan diri, pekerjaan atau tugas yang sedang diembannya.[24]
Seorang anak yang dikatakan cerdas emosinya ia mampu berhubungan dengan orang lain secara baik, mampu menyesuaikan diri dengan keadaan baru, mampu menerima orang lain dengan baik, dapat diterima oleh orang lain, dan mampu bekerja sama dengan baik.[25]
Kecerdasan emosi seorang anak dapat menjadikannya menjadi pribadi yang mau menerima tanggung jawab pribadi atas kesalahan maupun kehilafan yang telah dilakukan, tanpa menyalahkan orang lain dan ia juga mau bertanggung jawab terhadap setiap apa yang dikerjakan.[26]
Melihat pada beberapa ciri dari kecerdasan emosional seorang anak di atas maka akan memampukannya untuk bersosialisasi dengan lingkungan dimana Ia berada khususnya dalam proses pembelajaran.
Memahami kecerdasan seorang anak tidak sebatas bagaiama mengenal cirinya semata, melainkan bentuk dari kecerdasan itu pun perlu dikenal secara baik dan benar sehingga mudah untuk di pahami. Oleh sebab itu, Aunurrahman kembali mengungkapkan bentuk dari kecerdasan emosional seorang anak dapat dipandang dari beberapa segi yang bisa dijadkan sebagai tolak ukur bentuk kecerdasan emosionalnya, di antaranya adalah:[27]
Beberapa cara yang perlu dilatihkan kepada anak untuk mengembangkan sikap empati dan kepedulian, antara lain: Memperketat tuntutan pada anak mengenai
sikap, peduli dan tanggung jawab Mengajarkan dan melatih anak mempraktekan, perbuatan-perbuatan baik Melibatkan anak di dalam kegiatan-kegiatan layanan, masyarakat.
Beberapa hal penting yang dapat dilakukan guru atau orang tua dalam menumbuhkan kejujuran anak, antara lain: Usahakan agar pentingnya kejujuran terus menjadi topic, perbincangan dalam rumah, kelas dan sekolah. Membangun kepercayaan anak dapat dilakukan baik, dengan menyampaikan cerita-cerita yang bertemakan saling percaya, atau melalui berbagai bentuk permainan. Menghormati privasi anak berarti memberikan ruang yang, berarti bagi tumbuhnya rasa percaya pada anak dan penghargaan pada anak.
Langkah-langkah yang dapat diterapkan pada anak dalam melatih memecahkan masalahnya:Mengidentifikasi masalah, Memikirkan alternatif pemecahan, Membandingkan alternatif-alternatif pemecahan, yang mungkin akan dipilih Menentukan pemecahan yang terbaik.[28]
Goleman mengutip apa yang dikatakan oleh Salovey dalam bukunya Aunrrahman menempatkan kecerdasan emosional yang dicetuskannya dan memperluas kemampuan dapat dilihat dari lima kemampuan utama,yakni:[29]
Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional, para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri.
Mayer dalam bukunya Goleman menyatakan bahwa kesadaran diri adalah waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang waspada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi.[30]
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan, yang meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan anak.[31]
Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan.
Presatasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, sebab motivasi pada dasarnya merupakan dorongan yang dijadikan sebagai penggerak dari dalam maupun dari luar diri anak untuk melakukan sesuatu. Hal tersebut mengandung arti bahwa ketekunan seorang anak untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri.[32]
Kemampuan seorang anak untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Menurut Goleman dalam bukunya Djawad Dahlan mengungkapkan bahwa kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Anak yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.[33]
Rosenthal dalam buku yang sama pula menyatakan penelitiannyayang menunjukkan bahwa orang-orang yang mampu membaca perasaan dan isyarat non verbal lebih mampu menyesuiakan diri secara emosional, lebih populer, lebih mudah bergaul, dan lebih peka.[34] Nowicki, seorang ahli psikologi menjelaskan dalam bukunya Andreas bahwa anak-anak yang tidak
mampu membaca atau mengungkapkan emosi dengan baik akan terus menerus merasa frustasi. Seseorang yang mampu membaca emosi orang lain juga memiliki kesadaran diri yang tinggi. Semakin mampu terbuka pada emosinya sendiri, mampu mengenal dan mengakui emosinya sendiri, maka orang tersebut mempunyai kemampuan untuk membaca perasaan orang
lain.[35]
e. Membina Hubungan
Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu
keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi Goleman kembali berpendapat dalam bukunya Agus bahwa Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina hubungan. anak sulit untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dan sulit juga memahami keinginan serta kemauan orang
lain.[36]
Anak-anak yang hebat dalam keterampilan membina hubungan ini akan sukses dalam bidang apapun. Anak berhasil dalam pergaulan karena mampu berkomunikasi dengan lancar pada orang lain. Orang-orang ini populer dalam lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan karena kemampuannya berkomunikasi.[37]
Berdasarkan beberapa pendapat yang dikenal sebagai bentuk kecerdasan emosional seorang anak sebaiknya dapat dikembangkan.Cara-cara pengembangan kecerdasan emosional yang dimaksud oleh penulis jika dilihat
dari pendapatnya Agus Steiner dalam bukunya Agus Nggermanto, terdapat tiga proses perkembangan, antara lain:
Menurut Agus Gotman pengembangan kecerdasan emosional seorang anak terbagi dalam beberapa bagian, yaitu:
Istilah kepribadian merupakan terlemaha dari bahasa ingris “ personality “. Sedangkan istilah personality secara etimologis berasal dari bahasa latin “ person “ ( kedok ) dan “ personare “ ( menenbus ). Persona biasanya di pakai oleh para pemain sandiwara pada zama kuno untuk memerankan salah satu bentuk tingkah laku dan karakter pribadi tertentu. Sedangkan yang di maksut dengan personare adalah para pemain sandiwara itu
dengan melalui kedoknya berusaha menembus keluar untuk mengekspresikan satu bentuk gambaran manusia tertentu.[40]
kepribadian itu sendiri.
sesuatu, kepribadian terletak di belakang perbuatan-perbuatan khusus dan di dalam individu. Dalam arti bahwa kepribadian itu bukan hanya ada selama ada orang lain bereaksi terhadapnya, tetapi lebih jauh dari itu mempunya keadaan nyata.
psikologisnya. Jadi kepribadian adalah sesuatu yang mempunyai fungsi auatu arti adaptasi dan menentukan.[41]
mengembangkan diri serta menyesuaikan diri secara secara konstruksi dengan norma yang berlaku di lingkungan.[44]
E. Cara-cara mengembangkan personalitas
Selalu sopan dan baik terhadap orang lain menyebabkan anak menjadi menarik dan menyenangkan bagi orang lain tersebut.
Kalau anak memperlakukan orang lain sebagaimana anak ingin diperlakuakn mungkin akan menimbulkan Ketegangan, sebab orang lain mungkin tidak menyukai cara-cara anak tersebut. Sebaliknya, kalau anak memperlakukan orang lain dengan cara sebagaimana mereka ingin diperlakukan maka hakekatnya anak telah menangkap inti dari fleksibiltas diri anak yang sebenarnya.
Sikap penuh perhatian berarti menyadari “apa saja yang sedang berlangsung di lingkungan ”. Sikap penuh perhatian berhubungan dengan kemampuan membaca situasi yang tersirat. Ini bisa dimulai dari sesederhana
memperhatikan ketika anak merasa bosan dan merasakan bahwa sekarang bukan saatnya untuk menyampaikan gagasan-gagasannya.
Kalau bicara itu perak dan diam itu emas, maka pendengar yang baik lebih mulia dari keduanya. Pendengar yang baik adalah pribadi yang dibutuhkan dan disukai oleh semua orang. Berilah kesempatan kepada orang lain untuk bicara, ajukan pertanyaan dan buat dia bergairah untuk terus bicara. Dengarkanlah dengan antusias, dan jangan menilai atau menasehatinya bila tidak di minta. Dan berusahalah sesering munkin untuk berbicara tentang dia bukan tentang diri sendiri, karena orang lain lebih suka ketika anak membicarakan tentang dirinya, dalam arti hal-hal yang baik.
Dari hasil kajian Penulis dapat memberikan kesimpulan.
[1] Dr.H. Oding Supriai, Perkembangan Peserta Didik, Karunia Kalam Semesta Yogyakarta, 2010 Hlm 116
[2] Ibid pada kata “Guru”
[3] Ibid pada kata “emosi”
[4] Agus Nggermanto, Kecerdasan Quantumt, yayasan Nuansa Cendekia,Bandung, 2001 Hlm 98
[5] D. Goleman, Kepemimpinan berdasarkan kecerdasan emosi, Gramedia, Jakarta, 2004, hlm 7
[6] Andreas Hartono EQ PARENTING cara praktis menjadi orang tua pelatih emosi, PT Gramedia jakarta 2012, Hlm 8
[7] Patricia Paton, EQ pengembagan sukses lebih bermakna,mitra media,2002, hlm 53
[8] Andreas, opcit, hlm 148
[9] Patricia, opcit, hlm 7
[10] Ibid, hlm 183
[11] Ibid, hlm 8-10
[12] Ibid, hlm 33-36
[13] Ibid, hlm 37-38
[14] Aunurrahman, Belajar Dan Pembelajaran, Alfa Beta, Bandung 2012, hlm 95 15 Ibid, hlm 89
[15] Ibid, hlm 89
[16] Sadirman, interaksi dan motivasi belajar mengajar,Rajawali, Jakarta, 2007, hlm 75
[17] Ibid, hlm 91
[18] Ibid, hlm 92
[19] Ibid, hlm 93
[20] Michele Borba, Membangun Kecerdasan Moral, Gramedia, Jakarta 2008, hlm 14
[21] Ibid, hlm 21
[22] Ibid, hlm 32
[23] Aunurahman, opcit, 99
[24] Ibid, hlm 107
[25] Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan, Remaja Rosdakarya, Bandung 2011, hlm 125
[26] Agus Nggermanto, opcit hlm 101
[27] Aunurrahman, opcit, hlm 103-107
[28] Ibid, Hlm 103
[29] Ibid, hlm 87
[30] Goleman, opcit 64
[31] Andreas, opcit, hlm 77-78
[32] Syamsu Yusuf, opcit hlm 57
[33] Djawad Dahlan, Psikologi perkembangan anak remaja, rosdakarya,Bandung, 2001, hlm 57
[34] Ibid hlm 136
[35] Andreas, opcit hlm 173
[36] Agus, opcit hlm 59
[37] Syamsu Yusuf, opcit hlm.114
[38] Agus, opcit, hlm 100-101
[39] Ibid, hlm 101
[40] Dr. H. Syamsu, psikologi perkembangan anak,Rosdakarya,bandung,2001. Hlm 126 42opcit Dr. H. Syamsu Hlm 127
[41] Dr. H. Syamsu Yusuf LN. M.Pd. psikologi perkembangan anak dan remaja, PT Remaja Rosdakarya, oktober,
2011.hlm 127
[42] Opcit Dr. H. Syamsu LN, M.Pd. hlm 128
[43] opcit Dr. H. Syamsu Hlm 128
[44] Opcit Dr. H. Syamsu Yusuf LN, M.Pd. hlm 330
Tinggalkan Komentar